Meskipun terdengar gila, ada beberapa kumpulan orang-orang tertentu yang sengaja menentukan untuk hidup di bawah tanah. Terkadang, orang-orang ini membentuk sebuah komunitas yng terdiri dari ribuan anggota untuk tinggal bersama dan membentuk wilayah sendiri di bawah tanah. Biasanya, mereka-mereka ini ialah tunawisma dan hanya mempunyai satu pilihan yang cukup berat ini demi kelangsungan hidup mereka. Ada juga yang terpaksa untuk tinggal di bawah tanah alasannya keadaan di luar yang berbahaya. Namun, ada juga yang menjadi kota bawah tanah dengan akomodasi yang memadai dan layak untuk ditempati. Seperti apa saja seluk-beluknya ? eksklusif simak saja penjelasannya di bawah ini.
The Rat Tribe of China
Lebih dari satu juta warga China (atau sekitar 5 persen dari orang-orang yang tinggal di Beijing) tinggl di ruang bawah tanah tanpa jendela, penuh sesak dan merupakan daerah donasi dari serangan udara. Kumpulan orang-orang ini disebut suku tikus (shuzu), mereka terdiri dari cowok yang ambisius untuk meninggalkan desa daerah asal mereka untuk bekerja di Beijing. Tempat tinggal yang mereka tempati ialah bekas shelter serangan udara yang digali selama perang Sino-Soviet pada tahun 1969 atas perintah pimpinan Mao Tse-tung. Setelah ajal Mao, pemerintah gres mengeluarkan perintah semoga shelter tersebut dikomersialkan, yang mana sanggup dipakai sebagai daerah tinggal, asalkan membayar biaya sewanya. Banyak cowok yang tinggal di daerah ini alasannya mereka tidak bisa membeli apartemen di atas tanah yang harganya cukup mahal, ada juga yang menentukan daerah tinggal ini dengan alasan untuk berhemat, harga untuk menyewa kamar di shelter ini 2 kali lebih murah daripada harga apartemen di atas tanah.
Suku tikus sering mendapat diskriminasi alasannya kondisi hidup mereka yang terbilang cukup rawan. Kebanyakan dari mereka bahkan tidak memberi tahu keluarga mereka perihal keadaan mereka, sehingga keluarga mereka hanya mengetahui jikalau kehidupan anak-anaknya terjamin di kota Beijing. Beberapa pemilik kamar untuk disewakan juga memberlakukan aturan-aturan yang cukup aneh, ibarat melarang penyewa untuk menyamarkan diri mereka dengan maksud semoga tidak terjadi kasus penipuan dan para penyewa harus menjemur setiap pakaian yang dicuci di luar kamar mereka, termasuk kasur dan dalaman, hal ini dilakukan untuk mengontrol suasana di dalam ruangan semoga tidak terlalu pengap dan lembab. Pemerintah Beijing sendiri telang melarang orang-orang untuk menyewakan daerah bawah tanah tersebut, tetapi nampaknya orang-orang melihat itu sebagai ladang untuk menghasilkan uang perhiasan bagi mereka. Karena sudah banyak populasi yang tinggal di daerah itu, pihak berwenang setempat menjadi jenuh untuk menegakkan larangan daerah tinggal di daerah tersebut.
The Orphans of Bucharest
Saluran pembuangan di Bucharest, Rumania, menjadi rumah bagi ratusan orang. Sebagian besar dari mereka ialah anak yatim piatu yang melarikan diri ke daerah ini ketika pemerintah Rumania menutup secara paksa panti asuhan mereka pada tahun 1989 dengan tujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial yang ada di masyarakat. orang-orang yang tinggal di daerah pembuangan ini hidup di tengah kotoran dan sampah. Banyak yang tidak mempunyai daerah tidur dan hanya berbaring di atas pakaian mereka yang kotor. Mereka ini juga jarang mengkonsumsi makanan sehat, bahkan harus mengais-ngais di daerah sampah untuk kelangsungan hidup mereka. Seperti halnya masyarakat yang menderita akhir kemiskinan, di daerah ini juga banyak penghuni yang merupakan pengguna obat terlarang, tak jarang dari mereka yang hidup di daerah ini mengalami penurunan kualitas hidup yang cukup besar.
Selokan atau saluran pembuangan ini dikelola oleh seorang laki-laki yang dipanggil dengan sebutan Bruce Lee. Ia selalu melaksanakan patroli berkeliling daerah bawah tanah ini, ia juga dianggap sebagai raja gorong-gorong dan berhak menentukan siapa saja yang berhak tinggal atau tidak. Pria ini telah tinggal di daerah ini selama 24 tahun, ia menyampaikan bahwa para penghuninya sering memakai barang haram untuk menghilangkan sejenak kesusahan yang dialami mereka. Selokan ini juga mempunyai populasi bawah umur yang cukup besar. Banyak yang lahir di daerah ini, tidak ada komunikasi yang memadai dan tidak ingin pergi dari daerah ini alasannya sudah mengikuti keadaan dengan keadaan daerah ini. Banyak dari orang-orang yang tinggal di daerah ini percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bruce Lee, bahwa ia sedang membangun daerah yang lebih baik di atas tanah untuk daerah mereka tinggal, namun itu hanyalah gertakan belaka saja, alasannya ia sudah mengucapkan hal itu bertahun-tahun lamanya. Sementara itu, polisi telah melaksanakan beberapa upaya untuk mengusir orang-orang ini semoga keluar dari saluran pembuangan ini, petugas sering menutup pintu masuk daerah ini, namun tampaknya upaya itu tidak berhasil, orang-orang ini selalu bisa menemukan susukan lainnya.
The Tunnel People of Las Vegas
Jika yang kalian dengan ketika mendengar nama Las Vegas, tentu saja kalian berpikir itu ialah daerah yang glamor dan metropolitan. Namun, kenyataan pahit harus dihadapi ratusan orang yang tinggal di dalam gorong-gorong saluran kabel bawah tanah di Las Vegas. Orang-orang tunawisma pindah ke daerah ini sehabis simpulan dibangun pada tahun 1990-an. Tempat ini juga sempat menjadi daerah persembunyian pembunuh Timmy T.J. Weber untuk melarikan diri dari kejaran polisi pada tahun 2002. Seorang fotografer, Matthew O'Brien, sempat mendokumentasikan kehidupan masyarakat yang hidup di saluran ini. Kebanyakan dari mereka menderita penyakit mental, fisik dan kejadian malang lainnya. Alih-alih pergi ke daerah penampungan yang disediakan pemerintah, mereka justru menentukan terowongan saluran kabel ini sebagai daerah tinggal mereka alasannya merasa bebas melaksanakan apa saja tanpa dikendalikan oleh peraturan pemerintah.
Faktor lainnya ialah penampungan yang dibuat oleh pemerintah tidak memperbolehkan pasangan atau binatang ikut tinggal, tidak boleh membawa minuman keras dan tidak boleh mabuk di daerah penampungan yang telah disediakan. Di daerah penampungan juga diwajibkan bekerja untuk kelangsungan hidup, namun bila terlambat bekerja, jatah makan akan dipotong dan tidak mendapat daerah tidur yang memadai. Sepertinya dengan banyak autran tersebut, para tunawisma merasa lebih kondusif untuk hidup di terowongan saluran kabel daripada di daerah penampungan pemerintah. Meskipun demikian, banyak dari mereka yang memakai narkoba dan judi untuk mencoba peruntungn mereka. Kekhawatiran lain ialah kebanjiran yang timbul di terowongan ini, bila hujan lebat, drainase terowongan ini akan menjadi buruk, sehingga orang-orang yang tinggal disini harus mengatur kembali daerah tinggal mereka semoga tidak terendam air.
Coober Pedy
Coober Pedy dianggap sebagai satu-satunya kota bawah tanah yang legal. Tidak ibarat komunitas lainnya yang disebutkan diatas, Coober Pedy mempunyai surat aturan yang berarti pemerintah oke dengan dibentuknya kota bawah tanah ini. Coober Pedy juga merupakan kota pertambangan yang populer dengan produksi opal sebagai komoditi utamanya. Kota ini terletak di bawah tanah padang pasir Australia, dimana suhu bisa mencapai 52 derajat Celcius. Oleh alasannya cuaca panas yang ekstrim tersebut, tidak ada seorang pun yang ingin berada di atas tanah, mereka melaksanakan aktivitasnya di bawah tanah. Semua pembangunan di Coober Pedy sanggup terbilang sama dengan kota-kota lain pada umumnya, terdapat toko, bar, gereja, museum dan hotel. Oleh alasannya itu, orang-orang yang tinggal di kota ini merasa nyaman dengan akomodasi yang terbilang cukup memadai, daripada harus hidup di atas tanah dengan cuaca yang ekstrim.
Kota ini mempunyai jaringan lebih dari 1500 rumah, masing-masing ukuran rumah cukup untuk daerah tinggal satu keluarga. Rumah-rumah yang dibangun juga dilengkapi dengan akomodasi yang ditemukan di rumah-rumah modern. Untuk kualitas hidup di daerah ini juga terbilang cukup baik, alasannya saluran pembuangan tidak melewati kota ini. Meskipun rata-rata biaya rumah di Coober Pegy sama dengn biaya rumah yang dibangun di atas tanah, penduduk bawah tanh sanggup dengan gampang menghasilkan uang dari daerah tinggal tersebut. Mereka hanya perlu mengebor pada penggalan tertentu, dan bila mereka beruntung, mereka bisa menemukan lebih banyak opal dalam proses pengeboran. Ketika pembangunan hotel di kota ini, pemilik hotel menemukan kerikil opal senilai $ 360.000 atau sekitar Rp 5 Milyar ketika menggali untuk pengadaan perhiasan kamar hotel.
0 comments:
Post a Comment